Hi everybody ! Enjoy, read and be my blog's member ! Thanks for your visit ! :)
RSS

Minggu, 23 Juni 2013

Seberkas Harapan untuk Rumah Kedua

     Bicara tentang rumah kedua para pelajar, kebanyakan orang tentunya akan teringat pada sekolah tempat mereka mendapat banyak ilmu. Sekolah adalah tempat dimana seseorang menghabiskan sebagian besar waktunya selama 12 tahun hanya untuk belajar dan bergaul dengan teman-teman, juga guru-guru di dalam sekolah.

     Biasanya masa – masa sekolah adalah memori yang paling menyenangkan bagi hidup seseorang, entah mengapa manusia ingin sekali mengenangnya sebagai salah satu masa yang paling berkesan baginya. Mungkin karena masa sekolah adalah masa kecil bagi mereka, di mana mereka belum dianggap dewasa dan masih begitu diperhatikan oleh orang-orang di sekitarnya. 

     Ya, saat seseorang beranjak dewasa, khususnya pada saat ia memasuki jenjang universitas, orang lain akan berpikir bahwa ia sudah layak untuk menentukan hidupnya sendiri. Orang akan lebih acuh padanya karena ia dianggap telah dewasa. Maka dari itu, tentunya setiap orang akan mengharapkan sekolah yang terbaik untuk menjadi bagian dari kenangannya masa kecilnya yang indah itu, kelak ketika ia dewasa.

     Sekolah yang terbaik dalam hal ini bukanlah sekolah nomor satu yang ada di Jakarta atau di Indonesia, melainkan sekolah yang sesuai dengan kriteria sekolah dambaannya. Setiap orang pasti memiliki kriterianya masing – masing dalam menentukan sekolah dambaannya dan di sini penulis akan mencoba mengutarakan pandangannya terhadap sekolah yang penulis impikan dari berbagai aspek dalam sekolah. Aspek itu antara lain ialah guru, teman, fasilitas, lingkungan, dan masih banyak lagi aspek lainnya. 

1. Guru

     

     Dalam hal sekolah, tentunya guru memiliki peran yang sangat penting. Guru adalah orang yang mengajarkan banyak hal pada kita saat di sekolah. Beliau adalah kunci utama dari semua pengetahuan yang kita dapat dan orang tua kita saat kita bersekolah. Beliau menjaga dan mendidik kita layaknya orang tua kedua.

     Di sekolah, ada berbagai macam guru, mulai dari wali kelas, guru bidang studi, dan masih banyak macam guru yang lainnya. Sifat guru pun beraneka ragam, mulai dari yang baik dan ramah, hingga guru yang galak dan ditakuti oleh hampir semua siswa. Ya, semua guru itu memiliki kekurangan dan kelebihannya masing – masing, baik itu guru yang ramah maupun guru yang galak.

     Penulis sendiri memiliki pandangannya sendiri tentang guru di sekolah dambaannya. Bagi penulis guru yang ramah itu baik adanya, namun kadang guru pun perlu bertindak tegas pada siswanya agar kelak tidak menjadi topik perbincangan di tengah para siswa. Selain itu, penulis juga mengimpikan sosok guru yang kreatif dan tidak monoton saat mengajar. Penulis berharap agar saat ia mengajar, pelajaran yang ia ajarkan dapat terserap oleh siswa dengan baik dan penuh semangat. Contohnya dengan cara mengajar yang diselingi oleh permainan atau soal – soal latihan yang dikerjakan secara kelompok atau dalam bentuk perlombaan di kelas.

     Penulis pun ingin agar guru di sekolah dambaannya bisa membangun semangat para siswa, juga tidak membeda – bedakan siswanya. Harus diakui bahwa menjadi siswa kesayangan para guru adalah hal yang enak untuk dinikmati, semua orang mendambakannya, namun kadang hal ini bisa menjadi beban tersendiri bila guru tersebut terlalu menuntut banyak. Contohnya saja bila para guru terlalu menganggapnya baik, tentunya bila suatu saat ia melakukan kesalahan, penilaian guru pun bisa berubah drastis begitu saja. Tentunya karena harapannya yang begitu besar akan melukai hatinya saat itu.

     Belum lagi bila teman – teman kita tahu bahwa kita menjadi anak kesayangan. Kadang hal ini justru membuat mereka iri hati dan jadi mengejek kita. Yang jelas, sikap pilih kasih tidak adil dan bukan sebuah sikap dari guru dambaan penulis.


     Untuk sikap mampu membangkitkan semangat tentu sangat diperlukan oleh semua guru, karena sikap guru yang memberikan harapan akan membangkitkan semangat siswa untuk memberikan yang lebih baik. Berbeda dengan sebaliknya, bila guru hanya memberikan sebuah ejekan dan pernyataan yang memutuskan harapan, tentunya siswa bisa saja sakit hati dan akhirnya benar-benar putus asa.

     Yang terakhir tentang guru dambaan, penulis tentunya juga berharap agar guru yang mengajarnya adalah sosok guru yang sangat patut ia contoh. Tentunya bukan hanya sekadar berpendidikan S2 seperti yang dituntut sekolah, melainkan juga memiliki pendidikan iman yang kuat, sehingga secara spontan, para siswa pun jadi bisa mengidolakannya dan bisa belajar banyak hal darinya, baik ilmu pengetahuan modern maupun rohani. Karena siswa tak hanya butuh ilmu pengetahuan yang pasti benar, tapi juga pendidikan iman yang membuatnya selalu berada di jalan yang benar. Bila hal tersebut bisa ia dapatkan dari gurunya, apa ada yang salah?

2. Hubungan Antar Siswa 


     Hubungan antar siswa atau biasanya identik dengan kata pertemanan merupakan sebuah jalinan persaudaraan yang kita jalin dengan orang lain yang biasa kita sebut dengan kata ‘Teman’. Teman merupakan orang kedua yang sering kita temui di sekolah, selain guru. Dengan teman, kita bisa belajar bersama, berbagi cerita dan informasi, juga bisa berbagi suka dan duka bersama. Teman adalah orang yang paling dekat dengan kita di samping keluarga. Bahkan di beberapa kasus kebanyakan, kita cenderung lebih merasa nyaman dengan teman dibanding dengan keluarga, tentunya karena mereka lah yang lebih sering kita temui saat kita bersekolah, bahkan saat liburan pun kita pergi bersama mereka.

     Nah, dalam hal ini tentunya teman pun memiliki peran yang penting dalam sekolah dambaan. Di sekolah dambaan, penulis tak hanya mengharapkan kehidupan pertemanan yang harmonis dan penuh canda tawa, penulis pun kadang menginginkan adanya beberapa konflik pertemanan yang menjadikan manusia bisa berkembang. Menghadapi konflik memang tidak menyenangkan, namun di balik semua kekurangannya, sesungguhnya konflik lah yang membuat manusia bisa memiliki pandangan yang lebih jauh dan menjadi lebih dewasa. Dalam hal ini, konflik yang dimaksud dapat diselesaikan pada akhirnya dan tidak mencerai beraikan pertemanan yang telah ada.


     Selain itu, penulis juga menginginkan teman – teman yang saling menghargai dan mau mendengarkan, di samping keinginannya untuk didengarkan. Penulis menginginkan tidak adanya diskriminasi dalam pertemanannya, seperti yang kerap terjadi di sekolah – sekolah pada masa kini dengan adanya kelompok – kelompok yang dibentuk atas dasar popularitas atau hal lain semacamnya. Tentunya karena diskriminasi membatasi ruang pertemanan yang ada dan membuat manusia tidak bisa berteman dengan siapa saja.

     Hal terakhir tentang pertemanan di sekolah dambaan, penulis tentunya mengharapkan adanya jalinan pertemanan yang sehat dan tak saling menjerumuskan, juga adanya persaingan sehat yang tak menghalalkan segala cara. Penulis ingin agar pertemanan di sekolah membawa semua orang pada jalan yang benar tanpa narkoba dan seks bebas. Selain itu, persaingan yang sehat membuat siswa memiliki semangat yang lebih besar untuk belajar tanpa merusak jalinan pertemanan. Dalam beberapa kasus, persaingan sehat ini justru membuat pertemanan mereka menjadi semakin erat dan mereka jadi lebih sering tolong menolong, serta saling memperhatikan. 

3. Mata Pelajaran


     Mata pelajaran... Sebenarnya bagi penulis tidak ada masalah dengan mata pelajaran apa pun yang ada di sekolah. Bagi penulis semua mata pelajaran ada gunanya, baik itu yang disukai maupun yang tidak disukai. Semuanya berwujud ilmu dan tak bisa dibeli dengan uang. Bila saat ini belum digunakan pasti suatu saat akan ada gunanya, entah untuk apa.

     Tapi, walaupun tak memiliki kriteria khusus untuk mata pelajaran di sekolah dambaannya, penulis tetap berharap agar adanya keseimbangan dalam mata pelajaran di sekolah dambaannya. Sekolah seharusnya tak hanya menekankan teori pada siswa, tetapi juga harus mengimbanginya dengan praktik di lapangan. Selain mata pelajaran mayor yang biasa kita lihat di sekolah, seperti matematika, IPS, dan IPA, sekolah seharusnya juga memiliki mata pelajaran lain yang sifatnya menghibur, seperti seni musik dan seni budaya. Olahraga pun perlu ada agar kesehatan para siswa tetap terjaga dan mereka tetap sehat dan bugar saat mengikuti kegiatan belajar mengajar.

    Oh ya, untuk pelajaran seni budaya, sebaiknya sekolah jangan memilih pelajaran seni yang sifatnya terlalu berat, seperti menggambar proyeksi dan hal lainnya bak sedang mengikuti kelas arsitek. Biarpun siswa tersebut berada di jurusan yang berat seperti IPA, tapi mereka pun perlu untuk mengistirahatkan otaknya sejenak, entah dengan bernyanyi atau menggambar sesuatu sesuai imajinasinya, tentunya tanpa ketentuan – kententuan yang sifatnya terlalu mengikat.

     Untuk mata pelajaran lainnya, guru pun kadang kala bisa memberikan sedikit waktu luang bagi siswanya untuk mengistirahatkan otaknya sejenak, entah dengan melakukan sedikit permainan sebelum memulai pelajaran, memberikan jadwal khusus untuk menonton film, atau hanya sekadar bercerita tentang pengalaman hidup guru itu sendiri. Hal ini bisa menyegarkan otak siswa yang mungkin sedari tadi lelah untuk mengikuti penjelasan guru – guru yang sebelumnya telah mengajarkan banyak hal baru dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi.

4. Bentuk Ujian Kelulusan


     Nah, ini dia salah satu hal lagi yang sangat penting dalam sekolah. Untuk setiap tingkatan dalam sekolah, baik itu SD, SMP, atau pun SMA, pasti pada akhirnya akan ada ujian kelulusan yang harus diikuti oleh para siswa. Bila mereka lulus,mereka akan lanjut ke tingkat berikutnya, dari SD ke SMP, dari SMP ke SMA, dan yang SMA akan lulus dari sekolah dan masuk ke jenjang Universitas. 

     Maka dari itu, pastinya bentuk ujian kelulusan sangat penting dalam hal ini. Sudah selayaknya ujian kelulusan itu bersifat objektif dan mampu menilai tingkat kecerdasan siswa secara menyeluruh. Sayangnya, bentuk ujian di Indonesia rasanya masih jauh dari kata baik. Ya, masih jauh... 

     Penulis sendiri kecewa akan bentuk ujian ini. Kenapa? Karena selain pelaksanaannya yang kadang masih tak matang juga semrawut, seperti pada ujian nasional tingkat SMA pada tahun 2012/2013 ini, bentuk penilaiannya pun kurang objektif.

     Bisa dilihat bahwa hanya nilai akhir yang dilihat pada penentuan kelulusan ini, bukan proses ketika mereka belajar bersusah payah selama bertahun – tahun. Penulis pikir, sistem penilaian yang demikian kurang adil dan kurang objektif, karena bukankah proses lebih penting daripada hasil akhir? Ya, memang harus diakui bahwa proses dibuktikan dengan hasil akhir, namun bisa saja hasilnya kurang maksimal di akhir karena alasan lain, seperti alasan sakit, lupa belajar, atau hal lainnya. Bukankah akhirnya jadi tidak objektif ?

     Belum lagi adanya kemungkinan dari siswa yang menyontek hasil pekerjaan temannya dan kecurangan lain dari pihak – pihak yang kurang bertanggungjawab. Tak hanya itu, apakah pantas sebuah perjuangan selama bertahun – tahun hanya dinilai dari perjuangannya selama satu hari? Bila terus seperti ini, rasanya ujian kelulusan justru akan membuat tekanan batin bagi para siswa.

     Karena tekanan ini pastinya begitu berat bagi para siswa, maka penulis pun merasa bahwa ada baiknya bila bentuk ujian kelulusan ini kembali dipertimbangkan dan diperbaiki. Tak ada salahnya, bukan? Kalau boleh mencoba memberi saran, ada baiknya bila ujian ini dilakukan oleh masing-masing sekolah dengan gurunya sendiri, ya atas dasar alasan bahwa perjuangan para siswa tentunya akan lebih dimengerti oleh gurunya sendiri. Rasanya, cara ini akan lebih objektif.

5. Hubungan Guru dan Orang Tua


     Kalau yang satu ini, tentunya penulis hanya bisa berharap agar hubungan antara guru dan orang tua bisa berlangsung dengan baik, tak ada pertikaian dan dapat saling mengerti. Penulis juga berharap agar dalam sekolah dambaannya, guru dan orang tua siswa dapat saling bekerja sama untuk menjaga dan mendidik siswa yang juga anak mereka, agar kelak siswa tersebut pun dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang utuh, baik secara jasmani maupun rohani.

6. Fasilitas dan Lingkungan Sekolah


     Untuk masalah yang satu ini, penulis mungkin memiliki pandangan yang berbeda dengan pandangan siswa pada umumnya. Kebanyakan siswa di Indonesia menginginkan fasilitas – fasilitas, seperti lapangan indoor, studio musik pribadi, hingga seluruh ruangan sekolah yang full AC. Memang harus diakui bahwa hal itu sangat nyaman bila diterapkan dalam suatu sekolah, namun mari kita coba lihat satu per satu secara lebih mendalam. Apakah itu benar-benar fasilitas yang diinginkan oleh para siswa?

     Dalam hal ini, penulis pun mencoba mencari fasilitas apa yang sebenarnya dibutuhkan dalam suatu sekolah. Bagi penulis, fasilitas dalam sekolah dambaannya tak perlu seperti itu, rasanya fasilitas yang demikian berlimpah tak begitu dibutuhkannya dalam sekolah dambaan. Rasanya cukup dengan jumlah ruangan yang memadai, lingkungan yang nyaman, dan tentunya rasa persaudaraan yang kuat antara seluruh pihak sekolah, maupun antara sekolah dengan lingkungan sekitarnya. 

     Untuk ruang kelas, penulis hanya menginginkan ruangan yang tidak terlalu sempit dan tidak terlalu luas, yang memadai bagi jumlah siswa yang ada; papan tulis yang bersih agar tulisan pun dapat terbaca dengan jelas dan tak merusak mata; serta meja dan kursi yang nyaman, contohnya saja meja yang tidak berlubang dan tak penuh dengan coretan kakak kelas sebelumnya. Di lingkungan sekolah, tentunya dibutuhkan jumlah tempat sampah yang memadai, sehingga siswa pun bisa membuang sampah kapan saja dengan tidak sembarangan.


     Sekolah pun membutuhkan lingkungan terbuka hijau yang nyaman dan menyejukkan, tentunya terawat dengan baik, setidaknya ada pepohonan rindang dan tanaman hias di halaman sekolah. Sekadar tempat beristirahat dan tempat berteduh bagi para siswa, guru, dan karyawan sekolah yang lainnya. 

     Selain itu, keamanan, ketenangan, dan kebersihan sekolah juga sangat dibutuhkan. Hal ini dibutuhkan agar siswa dapat belajar nyaman dan tentunya memiliki perasaan yang gembira dan tenang saat di sekolah. Mereka pasti akan lebih bersemangat dan berkonsentrasi bila lingkungan sekolah bersih, nyaman, aman, dan juga kondusif bagi kegiatan belajar mengajar mereka.

     Tentunya, semua pihak ikut bertanggungjawab dalam hal ini, bukan hanya petugas kebersihan dan para guru, karyawan sekolah lainnya, masyarakat sekitar, para orang tua siswa, dan tentunya siswa itu sendiri juga memiliki andil dalam menjaga keamanan, ketenangan, dan juga kebersihan sekolah. Ya, semua pihak terlibat dalam hal ini dan hal ini menjadi tanggung jawab bersama, jadi pasti tak akan berat rasanya bila dipikul bersama – sama dengan penuh tanggung jawab.

     Untuk fasilitas pelengkap, sepertinya hanya dibutuhkan beberapa macam saja, seperti UKS, lapangan, auditorium kecil, ruang ganti, toilet, dan tentunya sebuah ruang guru dan alat pendingin ruangan yang cukup memadai, seperti kipas angin. Untuk hal tentunya itu hanyalah bonus yang kebetulan dimiliki oleh sebuah sekolah. Ya, itu adalah kebutuhan sekunder sekolah yang sangat beruntung bila bisa dipenuhi. 

     Untuk UKS, penulis sendiri menginginkan adanya pemisahan antara UKS putra dan UKS putri. Dalam UKS, penulis mengharapkan kondisi yang nyaman dan bersih dengan perlengkapan P3K yang memadai. Bagi penulis, hal tersebut penting karena UKS adalah tempat siswa yang sakit beristirahat. Bila ruangannya tak nyaman, bagaimana bisa disebut UKS. :)

     Oh ya, untuk lapangan pun tidak diperlukan lapangan yang terlalu luas, cukup bagi semua tingkatan sekolah untuk melakukan olahraga di lapangannya masing -masing dan bila ada kegiatan besar seperti Cup atau hal semacamnya, harusnya lapangan tersebut pun cukup menjadi wadahnya. Di lapangan tersebut, tentunya ada pula ring basket dan garis lapangan yang jelas, karena bagaimana pun sudah menjadi suatu hal umum di tengah masyarakat bahwa olahraga di sekolah masa kini sudah dimayoritaskan pada basket, futsal, dan voli yang tentunya membutuhkan hal tersebut.


     Auditorium pun perlu ada sebagai tempat pertemuan semua tingkatan dalam sekolah, entah untuk mengadakan suatu festival atau hanya sekadar pertemuan biasa. Ruang ganti putra dan putri sendiri dipakai saat olahraga sebagi tempat mengganti pakaiannya. Hal ini perlu bagi siswa karena kadangkala mereka pun tidak bisa berganti pakaian di toilet karena toilet pun punya fungsinya sendiri yang lebih dari sekadar tempat mengganti baju. Sedangkan ruang guru yang nyaman diperlukan oleh guru sebagai tempat pribadinya untuk beristirahat, memeriksa ulangan, membuat tugas, dan hal lainnya.

     Kalau toilet yang diimpikan penulis adalah toilet yang bersih dengan air yang berlimpah dan jumlahnya yang memadai. Tentunya dengan pintu yang cukup tinggi untuk menutupi apa yang ada di dalam toilet, tidak seperti toilet yang kebanyakan ada di negeri bambu, di mana kondisinya sangat jauh dari kata layak.

     Yang terakhir mungkin tentang kipas angin. Kenapa kipas saja yang diinginkan penulis? Tentu karena selain cukup untuk mendinginkan ruangan, rasanya kipas pun lebih sehat daripada AC. Apalagi mengingat bahwa adanya berbagai efek negatif dari penggunaan AC, seperti kulit jadi kering, penyebaran virus yang lebih cepat, dan adanya kemungkinan mengidap penyakit paru-paru basah. Jadi lebih sehat dengan kipas angin kan? Meskipun nyaman, tapi AC sendiri memiliki banyak efek negatif bagi kegiatan belajar mengajar di sekolah. 

7. Tugas dan Pekerjaan Rumah


     Masalah yang satu ini adalah masalah yang biasa dihadapi para siswa di masa kini. Sekarang, tugas serba memakai internet. Memang bagus mengetahui banyak hal dari internet, tapi pernahkah terpikir bahwa terlalu bergantung pada internet tak memberikan efek positif sama sekali pada siswa ? Siswa jadi kecanduan internet dan terpaku pada layar terlalu lama. Kadang pun, siswa bisa seenaknya memakai pemikiran orang lain dari internet untuk menggantikan tugasnya, lebih parahnya tanpa dibaca sama sekali, sehingga mereka pun tak berkembang, bahkan jadi malas membaca.

     Tugas yang diberikan pun terlalu banyak. Belum selesai tugas ekonomi, sudah ada lagi tugas biologi dan matematika. Huh, rasanya kehidupan siswa di kala sekolah benar-benar dicurahkan semuanya pada tugas dan ulangan. Ya, memang tak bisa menyalahkan para guru yang memberikan tugas itu, nyatanya memang kurang ada waktu bagi para guru untuk mengisi semua daftar nilai yang ia perlukan. Sekolah menuntut terlalu banyak nilai dan guru pun terdesak pula untuk menuntut lebih banyak pada siswa. 

     Namun, sepertinya guru pun memiliki waktu yang cukup untuk berunding dengan pihak sekolah yang berwenang atas hal tersebut dan menentukan kebijakan yang terbaik bagi siswa. Mungkin dengan mengurangi jumlah nilai yang dibutuhkan atau dengan mengadakan kerja sama antara guru bidang studi. Contohnya pada saat guru bahasa Indonesia dan guru sejarah di sekolah penulis yang saling bekerja sama dalam mengisi nilai siswa melalui suatu tugas besar yang bisa dinilai oleh kedua guru tersebut, misalnya dalam drama kelas.


     Selain menghemat waktu dalam memberikan tugas, kerja sama yang demikian pun meningkatkan tali persaudaraan antar guru, meringankan beban antara kedua guru, meningkatkan kreativitas siswa, serta menambah variasi dari jenis tugas yang ada. Variasi tugas yang banyak pun akan membuat siswa lebih bersemangat dan tidak jenuh saat mengerjakan tugas. Tugas pun tidak hanya berpusat pada teori dan tulisan siswa, bisa saja guru memberikan tugas praktik atau kunjungan ke suatu tempat yang menyenangkan hati siswa.

     Maka, tugas atau pekerjaan rumah yang diharapkan penulis di sekolah dambaannya adalah tugas yang bervariasi dan tidak terlalu banyak, agar kelak tujuan tugas yang sejatinya mengasah kemampuan siswa dapat terlaksana dengan baik dan juga nyaman bagi siswanya. Tugas praktik dan kunjungan pun menambah wawasan siswa lebih baik daripada tugas teori semata.

     Nah, itulah kira – kira sekolah dambaan yang diimpikan oleh penulis. Dengan adanya impian tersebut, penulis pun memiliki beberapa harapan untuk pendidikan Indonesia mendatang. Semoga saja kelak pendidikan di Indonesia dapat terus maju dan menjadi lebih baik dari hari ke hari. Semoga kelak pemerataan pendidikan dapat terwujud di seluruh Indonesia dengan kualitas yang sama baiknya dengan pendidikan di negara maju, seperti Singapura, Amerika, dan juga Jepang. Tak terkecuali Papua sekalipun. 

     Akhir kata, penulis hanya bisa berharap agar kelak sekolah dambaannya dapat terwujud, begitu pula dengan sekolah dambaan para pembaca sekalian. Semoga semua impian kita kelak bisa membawa pendidikan Indonesia ke taraf yang lebih baik. Jangan lupa untuk terus bermimpi dan berbagi harapan tentang sekolah dambaanmu ! Mari wujudkan pendidikan Indonesia yang lebih maju ! Terus belajar dan menjadi lebih baik ! Ini ceritaku, bagaimana ceritamu tentang sekolah dambaan?


                                                                                            Penulis,
Christine Tjahjadinata


Mohon cantumkan poster ini dalam tulisan di blog Anda

Read Comments
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS