Hi everybody ! Enjoy, read and be my blog's member ! Thanks for your visit ! :)
RSS

Senin, 02 Januari 2012

Sisi Lain Kegemerlapan Jepang


Jepang merupakan salah satu negara termaju di dunia dari segi ekonomi, pendidikan dan teknologi. Kerja keras dan semangat pantang menyerah merupakan ciri khas bangsa Jepang, sehingga terkenal dengan tingkat gila kerja yang tinggi. Semua itu sepadan jika melihat bagaimana kondisi negara dan masyarakatnya yang maju dan sejahtera sekarang.
Namun tahukah kalian jika di Jepang ada suatu masalah diskriminasi yang masih tersisa dan mendarah daging dalam masyarakatnya, bahkan hingga saat ini. Walau sekarang tidak mencolok tapi pembedaan terutama dalam pernikahan dan pekerjaan masih ada terutama di luar wilayah Kansai.
Sejarah Kaum Eta
Kaum Eta dalam masyarakat feodal Jepang adalah kaum yang menempati strata paling rendah dalam masyarakat. Bahkan mereka dianggap tidak layak menempati salah satu kasta yang ada.
Pekerjaan kaum Eta adalah segala yang berkaitan dengan penyembelihan hewan dan urusan kematian. Penyembelih hewan, pengurus pemakaman, algojo, penyamakan kulit adalah pekerjaan umum dari kaum Eta. 
Ini dia salah satu gambaran tentang kaum eta , mereka terlihat sedang mengkuliti hewan ya?!

Dimana dalam agama Buddha dan Shinto (di Jepang),pekerjaan mereka termasuk dalam pekerjaan yang menjijikkan / rendahan. Maksudnya adalah pekerjaan seperti menyembelih hewan, dan algojo sebaiknya harus dihindari, karena akan berkakibat kurang baik bagi diri kita sendiri (hukum karma).
Eta secara harafiah berarti “orang-orang kotor / menjijikkan” (filthy mass, abundance of filth). Ini dikaitkan dengan pekerjaan mereka tadi. Karenanya kaum Eta tidak boleh hidup bersama dengan “orang normal” dan harus tinggal didaerah terbuang.
Berikut adalah diskriminasinya : 
  • Tidak boleh hidup berdampingan dengan kasta lain, jadi tinggal di daerah buangan.
  • Pekerjaan hanya seperti yang disebut diatas, urusan kematian, algojo, hewan sembelihan, penyamakan kulit. Positifnya, profesi-profesi ini menjadi monopoli kaum Eta hingga banyak yang jadi berkecukupan dari sini.
  • Tidak berhak memiliki sawah. Positifnya, karena pajak berdasar kepemilikan lahan pertanian (beras) maka kaum Eta bebas pajak.
  • Tidak berhak beribadah di kuil yang umum. Hanya di kuil yang disediakan khusus untuk mereka.
  • Penamaan dalam agama Buddha (di Jepang) acapkali dengan kata binatang, rendah hati, hina, hamba, dan ekspresi menghina lainnya dalam huruf kanji.
  • Bila dihadapan orang berkasta harus sopan dan merendahkan diri. Pada tahun 1869 bahkan dikatakan nilai orang Eta adalah 1/7 orang umum di Jepang.
  • Tidak boleh menikahi orang berkasta.

Ternyata,bukan hanya eta saja yang terbuang di kebahagiaan Jepang saat ini, melainkan ada beberapa lagi, yaitu:
  • Kaum Hinin (bukan manusia)
Definisi hinin, serta status sosial dan pekerjaan mereka khas dan bervariasi dari waktu ke waktu, tetapi biasanya termasuk mantan narapidana dan gelandangan yang bekerja sebagai penjaga kota, pembersih jalan atau penghibur.
  • Kaum Kawaramono (kering, orang sungai)
Beberapa orang buangan juga disebut kawaramono (kering, orang sungai) karena mereka tinggal di sepanjang tepi sungai yang mana tanahnya tidak bisa diubah menjadi sawah.
  •  Kaum Burakumin (orang-orang pemukiman kecil)
Burakumin adalah sebutan untuk orang Jepang yang merupakan keturunan kaum terbuang, terutama Eta, Hinin dan Kawaramono. Secara harafiah Burakumin berarti “Orang-orang pemukiman kecil” dimana hal ini merujuk pada pemukiman kaum Eta yang terpisah dari kasta lain dalam masyarakat feodal.Istilah Burakumin ini secara de jure (legal) ada hingga dihapuskannya sistem kasta di tahun 1871.
Info dari : www.beritaunik.net

Read Comments
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS